JAKARTA, KOMPAS.com – Dinasti politik keluarga Marcos kembali memegang tampuk kekuasaan di Filipina setelah Ferdinand Marcos Jr menang telak dalam pemilihan presiden (pilpres) Filipina pada Senin (9/5/2022).
Dalam penghitungan suara, Marcos Jr yang akrab disapa Bongbong unggul jauh dengan 58,76 persen suara. Pesaing terdekatnya, Leni Robredo, hanya mendapat 28,04 persen suara.
Kemenangan Marcos Jr ini kemungkinan akan membuat Filipina semakin dekat ke China, menurut kepala koresponden Reuters di Asia Tenggara, Tom Allard.
Allard menulis, Marcos Jr, putra dari mantan diktator Filipina yakni Ferdinand Marcos, memiliki hubungan lama dengan China.
Dia sedang mencari kesepakatan baru dengan Presiden China Xi Jinping atas perairan yang diperebutkan di Laut China Selatan.
Di sisi lain, hubungan Marcos Jr dengan Amerika Serikat (AS), diperumit oleh insiden terkait perintah pengadilan di AS.
Marcos Jr menolak bekerja sama dengan Pengadilan Distrik Hawaii yang pada 1995 memerintahkan keluarga Marcos untuk membayar 2 miliar dollar AS dari kekayaan yang dijarah kepada para korban pemerintahan Marcos.
Filipina adalah titik temu persaingan geopolitik antara AS dan China. Wilayah maritimnya meliputi bagian dari Laut China Selatan, jalur air yang strategis dan kaya sumber daya di mana China juga mengeklaim kedaulatannya.
Pada 2016, Pengadilan Arbitrase Tetap Internasional menyatakan, China tidak memiliki dasar hukum untuk mengklaim wilayah perairan di Laut China Selatan.
Namun, dalam wawancaranya saat kampanye pilpres, Marcos Jr mengatakan bahwa keputusan pengadilan tersebut “tidak efektif” karena China tidak mengakuinya.
Dia akan mencari kesepakatan bilateral dengan China untuk menyelesaikan perbedaan antara Filipina dan China.
“Jika Anda membiarkan AS masuk, Anda menjadikan China musuh Anda,” kata Marcos Jr kepada Radio DZRH.
“Saya pikir kita bisa mencapai kesepakatan (dengan China). Faktanya, orang-orang dari kedutaan China adalah teman saya. Kami telah membicarakan hal itu,” sambungnya.
Antonio Carpio, mantan Hakim Mahkamah Agung Filipina yang memimpin tim hukum Filipina di pengadilan arbitrase, mengatakan bahwa sikap Marcos Jr tersebut adalah pengkhianatan.
“Dia memihak China melawan Filipina,” ujar Carpio.
Rommel Banlaoi, pakar keamanan yang berbasis di Manila, mengatakan bahwa Marcos Jr menginginkan hubungan yang lebih bersahabat dengan China tetapi tidak mau mengorbankan wilayah.
“Dia terbuka untuk konsultasi langsung dan negosiasi bilateral dengan China untuk menyelesaikan perbedaan mereka,” ujar Banlaoi.
“Dia bersedia untuk mengeksplorasi bidang kerja sama pragmatis dengan China, termasuk pengembangan gas alam dan minyak di Laut Filipina Barat,” sambungnya.
Laut Filipina Barat berada dalam zona ekonomi eksklusif (ZEE) Filipina yang masuk perairain Laut China Selatan, tetapi juga diklaim oleh China.
Kenangan manis
Banlaoi berujar, Marcos Jr juga ingin menarik investasi dari China untuk agenda infrastruktur ambisiusnya.
“Keluarga Marcos memiliki kenangan yang sangat manis tentang perjalanan mereka ke China,” papar Banloi.
Marcos memerintah Filipina selama 20 tahun hingga 1986 dan merupakan sekutu dekat AS tetapi mulai terlibat dengan China setelah hubungan diplomatik terjalin pada 1975.
Setahun sebelumnya, Marcos Jr, yang saat itu berusia 18 tahun, menemani ibunya, Imelda Marcos, ke Beijing dalam perjalanan bersejarah yang membuka jalan bagi detente diplomatik.
Cuplikan perjalanan menunjukkan, Marcos Jr yang masih muda berseri-seri saat bertemu dengan pemimpin China kala itu, Mao Zedong.
Dalam telegram yang dikirim ke Washington DC pada Maret 2007, diperoleh oleh WikiLeaks, kedutaan AS melaporkan bahwa Marcos Jr sering bepergian ke China pada 2005 dan 2006 untuk menghidupkan bisnis.
Pemaksaan dan agresi
AS telah meningkatkan keterlibatannya di Asia Tenggara, dan Filipina, dalam beberapa bulan terakhir, untuk memerangi “pemaksaan dan agresi” China di kawasan itu.
Pada Maret dan April, lebih dari 5.000 personel militer AS melakukan latihan dengan pasukan Filipina, merupakan yang terbesar dalam tujuh tahun terakhir.
Renato Cruz De Castro, seorang analis urusan internasional di universitas De la Salle di Manila, mengatakan bahwa manuver tersebut menyoroti bagaimana keharusan strategis telah memaksa Presiden Filipina Rodrigo Duterte yang akan lengser untuk membangun hubungan yang kuat dengan Washington.
“Duterte menyadari bahwa, apakah Anda menenangkan atau menantang China, itu tidak masalah. Mereka masih akan mencoba mengambil wilayah laut Anda,” kata De Castro kepada Reuters.
“Marcos Jr mungkin memiliki beberapa masalah dengan AS, (tetapi) dia akan menghadapi kendala dari birokratnya dan angkatan bersenjata yang benar-benar menghargai aliansi tersebut,” sambung De Castro.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri AS Ned Price mengatakan dalam jumpa pers pada Selasa (10/5/2022) bahwa terlalu dini untuk mengomentari hasil pemilihan Filipina atau dampaknya terhadap hubungan Washington-Manila.
Tetapi, dia mengatakan bahwa pihaknya berharap dapat memperbarui kemitraan khusus dan bekerja dengan pemerintahan baru di Manila.
“Sebagai teman, sebagai mitra, sebagai sekutu, kami akan terus berkolaborasi secara erat untuk memajukan kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, terhubung, sejahtera, aman, dan tangguh,” kata Price.
“Kami juga akan terus mempromosikan penghormatan terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum, yang mendasar bagi hubungan AS dengan Filipina,” imbuh Price.
Marcos Jr tidak mengunjungi AS selama 15 tahun, takut akan konsekuensinya karena dia dan ibunya menghadapi kasus penghinaan terhadap putusan pengadilan dan denda 353 juta dollar AS.
“Seseorang mungkin berpikir dan berkata, ‘Oke, ayo penjarakan orang ini’. Mereka bisa melakukan itu,” kata Marcos Jr kepada jurnalis Filipina, Anthony Taberna, pada Agustus 2021.
“Kami tidak mengambil risiko itu lagi,” sambung Marcos Jr.
Kementerian Luar Negeri AS dan Kementerian Kehakiman AS tidak menanggapi permintaan komentar Reuters tentang apakah Marcos Jr akan diberikan kekebalan diplomatik jika dia berkunjung.
“Kemenangan nyata Bongbong Marcos akan menemui kekecewaan di antara banyak orang di Washington,” kata Greg Poling, Direktur Studi Asia Tenggara di Center for Strategic and International Studies (CSIS) yang berbasis di Washington, AS.
“Tapi itu tidak mengubah fakta bahwa aliansi AS-Filipina lebih penting dari sebelumnya dan Washington perlu terus bekerja untuk memperdalamnya,” tambah Poling.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.
#Kembalinya #Dinasti #Marcos #Filipina #Anugerah #untuk #China #Canggung #bagi
Klik disini untuk lihat artikel asli
Discussion about this post